
YANG TERBUANG JADI TERSAYANG
Bagi Hardiyo (54 tahun) warga dukuh Nglipar kidul Rt 01 Rw 04, Desa Nglipar, Kecamatan Nglipar, kabupaten Gunungkidul, bukan hal yang mudah untuk menerima kenyataan bahwa ia adalah seorang penyandang disabilitas paraplegia (lumpuh kedua kaki) pada tahun 1992 karena keterbatasan pengetahuan dan informasi sejak saat itulah ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya di dalam rumah selama 22, sempat mengalami depresi karena dari yang tadinya mempunyai pekerjaan yang cukup baik tiba-tiba semuanya hilang, hidup dengan anak semata wayangnya karena istrinya tidak mau menerima mempunyai suami yang disabilitas dan pergi meninggalkan. Baru pada tahun 2011 setelah anaknya lulus SLTA dia mulai berani keluar untuk mengikuti kursus keterampilan komputer di Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) Pundong. Dan pada Tahun 2012 PUSAT REHABILITASI YAKKUM mengadakan program pembentukan 6 organisasi disabilitas di berbagai Kecamatan Gunungkidul salah satunya di Kecamatan Nglipar dengan Nama Disability People Organisation (DPO) Mitra Sejahtera dan pada tahun 2017 berubah nama menjadi Pusat Pemberdayaan Disabilitas Mitra Sejahtera (PPDMS) yang bertahan sampai saat ini dan telah mempunyai 15 organisasi disabilitas desa di Gunungkidul. Sering dia mengistilahkan BRTPD adalah Ibu yang melahirkanya tetapi tidak merawatnya dan PR YAKKUM adalah ayah yang walau tidak melahirkan tetapi dia mengajari bagaimana dia bisa mencari penghidupan.
Dari banyaknya teman disabilitas di gunungkidul yang belum mempunyai pendapatan, pekerjaan dan penghidupan yang layak maka dia bersama Puji Lestari (istri) yang juga aktif konsen pada kegiatan pemberdayaan disabilitas dan perempuan berpikir bagaimana untuk memberdayakan disabilitas dan keluarga disabilitas agar bisa bekerja dirumah sehingga tidak harus keluar rumah maka masing2 anggota di persilahkan memilih jenis usaha sesuai dengan minat dan bakat masing-masing serta diushakan adanya pelatihan sesuai jenis ketrampilan yang dipilih. Dari sekian banyak maka bisa terlihat ada yang minat di bidang kuliner, jahit, pertukangan, anyaman bambu, rajut, pengrajin perca untuk keset anyam dan jahit serta tenun.
Dalam menghadapi pandemic covid 19 ini banyak sekali hal – hal yang di rasakan yang tadinya bisa leluasa kesana kemari harus lebih banyak berdiam diri di rumah sehingga untuk mencari bahan baku dan penjualan hasil prodak harus berubah. Mencari bahan baku dan tehnik penjualan kami juga harus berubah dari model konvensional dari rumah ke rumah harus lewat media tehnologi informasi yang bagi para anggota hal itu merupakan sesuatu yang baru. Selain itu bagi pengrajin kain perca bahan baku juga sulit di dapatkan karena banyak pabrik yang sempat tidak berproduksi sehingga produksi sempat terhambat. Hal baiknya karena banyak aktifitas di rumah bisa membuat kresai baru, inovasi baru dan model model baru maka dengan adanya bentuk yang baru maka penjualan bisa di naikan lagi karena dari sisi harga juga lebih mahal.
Walau sudah sedemikian usaha untuk mendorong usaha teman-teman tetapi belum mampu untuk mensejahterakan para disabilitas secara menyeluruh, keberpihakan pemerintah masih sangat diperlukan. Kebijakan afirmatif tetap masih di perlukan, perlindungan usaha kecil masih harapkan karena dalam banyak hal para disabilitas di Gunungkidul masih tertinggal dengan para pemodal yang lebih kuat. Andai saja ada kebijakan, keberpihakan serta perlindungan kepada pelaku usaha disabilitas dari para pemangku kebijakan maka lambat laun pasti stigma disabilitas pasti miskin akan segera terkikis dan terhapus.
Nglipar 26 September 2020